Oleh : Dr. dr. Lilik Lestari, SP Rad (K)

Pengangguran terbuka masih merupakan masalah pelik yang dihadapi bangsa Indonesia. Secara lebih rinci, pengangguran dari kalangan terdidik masih menyumbang persentase yang cukup besar. Menurut laporan United Nationals Development Program (UNDP) pola pengangguran di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tingkat pengangguran lebih banyak dijumpai pada kalangan mereka yang mengeyam pendidikan tinggi. Penyebabnya antara lain disebabkan kurikulum pengajaran di lembaga

pendidikan tinggi masih belum mampu menciptakan dan mengembangkan sumber daya manusia sesuai kebutuhan dunia kerja. Hal ini menjadi sebuah hambatan, dikarenakan rendahnya kualitas sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Daya serap dunia kerja terhadap lulusan perguruan tinggi sangat kecil dikarenakan kriteria dan kualifikasi kompetensi yang dibutuhkan tidak terpenuhi.

Seiring diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)sejak tanggal 31 Desember 2015, arus bebas tenaga kerja akan terjadi di Indonesia dan sembilan negara anggota lainnya. Kondisi ini menjadi sebuah tantangan tersendiri yang berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran terdidik, apabila tidak diantisipasi dengan baik. Sampai awal tahun 2016, melalui Mutual Recognition Agreement (MRA) ada delapan profesi yang dapat bergerak bebas di negara ASEAN, yaitu jasa teknik/insinyur, dokter gigi, perawat, arsitek, tenaga survei, akuntan, praktisi kesehatan, dan tenaga profesional di bidang pariwisata. Tiga dari delapan profesi bekerja di bidang pelayanan kesehatan, yaitu dokter gigi, perawat, dan praktisi kesehatan. Hal ini menjadikan ketatnya persaingan kerja tenaga bidang kesehatan. 

Agar tenaga kerja Indonesia dapat  bersaing di era MEA, maka kompetensi lulusan perguruan tinggi bidang kesehatan menjadi sebuah kewajiban.  Langkah yang dapat ditempuh antara lain adalah dengan menyelenggarakan magang atau pendidikan di rumah sakit. Pendidikan ini memiliki peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, sehingga menjadi tenaga kerja yang professional dan handal. Namun pada kenyataannya peran pendidikan di rumah sakit belum diukur keberhasilan atau kegagalannya. Padahal pengukuran kinerja memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan sebuah organisasi, di antaranya dihasilkan informasi mengenai hasil kerja yang telah dicapai sekaligus bahan evaluasi  bagi manajemen. Pengukuran kinerja ini penting,  dikarenakan peningkatan penyelenggaraan pendidikan yang lebih bermutu diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat serta mampu berkompetisi menghadapi era globalisasi.

Balanced Scorecard

Balanced Scorecard dapat digunakan untuk menciptakan suatu gabungan pengukuran kinerja dan manajemen strategis. Pengukuran finansial dan nonfinansial serta pengukuran ekstern dan intern pengukuran perusahaan dipandang menjadi empat katagori perspektif, yaitu: perspektif finansial, perspektif langganan, perspektif internal bisnis, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Ke-empat perspektif ini saling berhubungan dalam sebab akibat, sebagai cara untuk menerjemahkan strategi ke dalam tindakan. 

Sejak diperkenalkan, Balanced Scorecard telah menjadi perhatian banyak peneliti. Balanced Scorecard terbukti positif untuk diterapkan mengevaluasi kinerja pada organisasi publik termasuk rumah sakit pemerintah. Demikian halnya Balanced Scorecard juga diteliti keefektifan penerapannya untuk pengukuran kinerja di lembaga pendidikan. Namun demikian beberapa penelitian tersebut baru sebatas menganalisis secara deskriptif, belum menjelaskan pengaruh antar perspektif Balanced Scorecard

Kinerja Pendidikan di Rumah Sakit

Penulis telah melakukan penelitian implementasi keempat perspektif Balanced Scorecard untuk pengukuran kinerja pendidikan (magang) di rumah sakit.Guna keperluan keefektifan hasil pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard, digunakan data primer dengan teknik purposive sampling. Pada perspektif learn and growth dan internal process sampel yang digunakan adalah pegawai tetap sedangkan untuk perspektif financial dan customer sampel yang digunakan adalah pelanggan, dalam penelitian ini adalah mahasiswa peserta magang. Sedangkan data sekunder bersumber dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) RSPAW Salatiga.

Hasil penelitian menjelaskan pembelajaran dan pertumbuhan berpengaruh positif terhadap perspektif proses internal bisnis. Semakin tinggi upaya-upaya mengembangkan kapabilitas sumber daya manusia, maka semakin tinggi keunggulan bersaing yang dimiliki rumah sakit sebagai lembaga yang mendidik calon tenaga kesehatan. learning and growth perspective yang diukur kualitas akademik dosen dan tenaga pendidik, budaya akademik unggul, penelitian dan pengabdian unggul, kesejahteraan dosen dan tenaga pendidik, buku dan artikel; berpengaruh positif terhadap internal process perspective dengan indikator proses belajar berkualitas, sarana dan prasarana berkualitas.

Hasil studi lainnya menjelaskan perspektif proses internal bisnis berpengaruh positif terhadap perspektif keuangan, dan selanjutnya berdampak positif pada perspektif pelanggan. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi upaya meningkatkan akuntabilitas keuangan maka semakin tinggi kemampuan rumah sakit menyediakan pelayanan pendidikan yang kompetitif. Temuan studi selanjutnya menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kepuasan, kepercayaan, loyalitas, kualitas hubungan, dan akuisis pelanggan, dapat ditempuh melalui peningkatan kapabilitas sumber daya manusia. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang dibentuk oleh faktor kompetensi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi kerja karyawan.

Berkaitan dengan hasil penelitian implikasi teoritis menunjukkan Balanced Scorecard tidak hanyadapat diterapkan pada perusahaan profit, tetapi juga pada proses pendidikan calon tenaga kesehatan di rumah sakit. Empat perspektif Balanced Scorecard dapat dikembangkan untuk mengukur tingkat pencapaian hasil program kegiatan pendidikan di rumah sakit sesuai visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan. Temuan penelitian ini sesuai teori-teori pengukuran kinerja organisasi publik (organisasi pemerintah) termasuk lembaga pendidikan. Oleh karenanya dalam upaya meraih hubungan jangka panjang dengan perguruan tinggi mitra kerjasama pendidikan tenaga kesehatan, manajemen rumah sakit perlu meningkatkan kompetensi karyawannya secara terus-menerus. Hasil studi diharapkan secara teoritis bermanfaat bagi pengembangan model pengukuran kinerja pendidikan, dan secara praktis menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara pendidikan dalam menyusun rencana strategis.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Sanisah S. Pendidikan tinggi dan pengangguran terbuka: Sebuah dilema. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2010;13(2):147-59.
  2. Muslih M. Analisis Efektifitas Program Magang Untuk Sinkronisasi Link And Match Perguruan Tinggi Dengan Dunia Industri: Studi Terhadap Program Magang Pada Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Jurnal  Ilmiah Manajemen dan Bisnis. 2014;14(01):64-76.
  3. Apresian SR. Arus Bebas Tenaga Kerja dalam Era Masyarakat Ekonomi ASEAN: Ancaman bagi Indonesia? Indonesian Perspective. 2016;1(2):107-21.
  4. Rai IGA. Audit Kinerja pada Sektor Publik: konsep, praktik, studi kasus: Penerbit Salemba; 2008.
  5. Gaspersz V. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard Dengan Malcolm Baldrige Dan Lean Six Sigma Supply Chain Management. Jakarta: Penerbit Vinchristo Publication; 2011.
  6. Kaplan RS, Norton DP. Using the balanced scorecard as a strategic management system. Harvard business review. 2007;85(7-8):150.

Similar Posts